PANCASILA

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Translate

• YUBILEUM KE-60 RUSIA-INDONESIA


 
 60 TAHUN PERSAHABATAN 
RUSIA DAN INDONESIA 
(1950 - 2010)


Tanggal 3 Februari adalah hari yang sangat istimewa dalam sejarah hubungan bilateral antara Rusia dan Indonesia. Pada hari ini 60 tahun yang lalu Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Serikat M.Hatta mengirim surat kepada pemerintah Uni Soviet menjawab surat pemberitahuan dari pihak Soviet tertanggal 25 Januari 1950 bahwa Uni Soviet akan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dan menetapkan hubungan diplomatik dengan negara ini. M.Hatta menulis bahwa pihak Indonesia sangat menhargai pengakuan ini dan siap memulai perundingan tentang penetapan hubungan diplomatik. Sedemikian, tanggal 3 Februari 1950 dianggap sebagai tanggal penetapan hubungan diplomatik antara kedua negara kita.
Saya mau menarik perhatian para pembaca yang terhormat pada fakta bahwa konsulat Rusia tidak tetap di Batavia, pada saat itu nama ibu kota Indonesia, dibuka pada tahun 1885 dan konsul Rusia yang pertama menjadi M.M.Bakunin yang menjabat sebagai konsul Rusia mulai dari tahun 1893 sampai tahun 1899. Baru-baru ini di Rusia diterbitkan kembali buku M.M.Bakunin dengan memoir tentang keberadaannya di Indonesia yang populer antara para pembaca.
Pada tahun 1954 kedua negara kita membuka perwakilan diplomatiknya di Moskwa dan Jakarta. Pada tanggal 13 April 1954 Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet yang pertama Soebandrio menyerahkan surat kepercayaan kepada Ketua Majelis Tertinggi Uni Soviet K.E.Voroshilov. Duta Besar menyatakan bahwa penjalinan hubungan persahabatan yang berdasarkan prinsip kesederajatan dengan Uni Soviet membuka kesempatan untuk kerjasama ekonomi yang erat, memberikan peluang bagi progres teknisnya serta peningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia.
Duta Besar Uni Soviet untuk Indonesia yang pertama D.A.Zhukov menyerahkan surat kepercaannya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 20 September 1954. Dalam pernyataannya sebelum penyerahan dia menggarisbawahi bahwa hubungan antara Uni Soviet dan Republik Indonesia akan mempengaruhi secara baik proses perluasan kerjasama politik, ekonomi dan budaya, dan akan mengembangkan dan mengeratkan persahabatan dan mengabdi pada kepentingan perdamaian dan keamanan di seluruh dunia.
Sejarah kerjasama Rusia-Indonesia adalah riwayat hubungan dua bangsa bersaudara, dua negara bersahabat. Di riwayat ini ada halaman-halaman perkembangan kerjasama bilateral secara intensif dan untungnya tidak ada halaman-halaman dengan pemutusan atau penghentian kerjasama antara negara kita. Hubungan antara Rusia dan Indonesia selama 60 tahun adalah contoh kerjasama unik yang berdasarkan prinsip kepercayaan menyeluruh, transparansi dan ketidakadaan persyaratan-persyaratan politik apapun untuk realisasi hubungan ini.
Menurut saya ada tiga tahap utama hubungan Rusia-Indonesia. Tahap pertama mulai dari tahun 1950 sampai 1965 dan para ahli sejarah Rusia dan Indonesia menyebut tahap itu sebagai periode pendekatan dan kerjasama erat antara negara-negara kita. Saya ingin mengingatkan hal-hal yang paling penting.
Salah satu masalah yang paling utama untuk negara Indonesia muda adalah pengakuan negara ini oleh pihak masyarakat sedunia. Oleh karena itu masuknya ke PBB dipandang sebagai langkah yang paling penting. Pada akhir April – awal Mei, 1950 delegasi Pemerintah Indonesia mengunjungi Moskwa untuk mengadakan perundingan dengan Menteri Luar Negeri Uni Soviet A.Y.Vishinskiy membahas dukungan dari negara kami yang adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk Indonesia bisa menjadi anggota PBB. Sesuai dengan kesepakatan yang tercapai pada September 1950 Uni Soviet sebagai negara yang sudah punya hubungan diplomatik dengan Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mendukung masuknya Indonesia ke PBB. 
Pada tahun 1956 Presiden Soekarno untuk pertama kalinya melakukan kunjungan resmi ke Rusia. Lawatan ini benar-benar luar biasa. Selamanya segala sesuatu memperlihatkan sikap bersahabat Soekarno terhadap Uni Sovyet dan keramahtamahan tuan rumah yang tulus. Lawatan itu yang berlangsung selama
16 hari dari tanggal 28 Agustus sampai 12 September daftar acaranya sangat padat. Presiden pertama Indonesia sempat mengunjungi sepuluh kota Rusia yang macam-macam.
Kunjungan Presiden Indonesia membuka babak baru dalam hubungan antara kedua negara besar kita. Sesudah perundingan antara Presiden Soekarno dengan pemimpin Uni Soviet masa itu Nikita Khruchev pada tanggal 11 September telah ditandatangani Pernyataan Bersama. Dokumen itu menegaskan bahwa kedua negara akan membentuk hubungan bilateralnya berdasarkan prinsip-prinsip saling penghormatan keutuhan wilayah dan kedaulatan, penolakan campur tangan ke urusan masing-masing, akan mengikuti semangat dan prinsip-prinsip Konperensi Bandung. Kedua pihak sepakat untuk mengatur kerjasama di bidang perdagangan, teknologi dan ekonomi berdasarkan kesetaraan dan saling menguntungkan.
Kedatangan Soekarno menarik perhatian ribuan orang masyarakat Soviet. Acara yang paling istimewa meeting massal persahabatan Uni Soviet-Indonesia diadakan di gelanggan olah raga “Luzhniki” di Moskow. Waktu itu pidato Soekarno berkali-kali diinterogasi tepukan tangan yang berkumandang. Para hadirin telah terpesona dengan penampilan orator luar biasa ini. Semua memahami bahwa mereka dihadapi tokoh berskala dunia, putra sejati bangsanya yang luhur.
Waktu melihat-lihat gelanggan olah raga “Luzhniki” di Moskow Soekarno bilang: “Saya ingin yang sama”. Dan pada tahun 1962 tepat menjelang Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games di Jakarta telah dibuka Gelora Senayan (Bung Karno). Gelanggan olah raga ini dibangun dengan bantuan tenaga ahli dan teknis lansung dari Uni Sovyet. Harus dicatat bahwa Gelora Senayan waktu itu bahkan lebih unggul dibanding “Luzhniki” dari segi mutunya: di Gelora Bung Karno langsung dipasang pelindung hujan yang melindungi para penonton dari hujan dan sinar matahari. Di “Lizhniki” konstruksi seperti ini baru dipasang empat puluh tahun kemudian.
Soekarno mengunjungi Uni Sovyet tiga kali lagi, yaitu pada tahun 1959, 1961 dan 1964. Dan pada tahun 1960 pemimpin Negara Soviet Nikita Khruchev melakukan kunjungan ke Indonesia. Segala kunjungan tersebut menghasilkan penandatanganan persetujuan-persetujuan baru mengenai kerjasama antara kedua negara.
Pada tahap awal agenda hubungan bilateral padat dengan tukar-menukar kunjungan tokoh politik dan masyarakat, kalangan militer dan industri. Kedua pihak menandatangani sejumlah persetujuan bilatelar yang bersifat strategis, termasuk mengenai kerjasama di bidang peningkatan pertahanan Indonesia, modernisasi angkatan udara dan laut. Uni Soviet memulai penyediaan persenjataan dan peralatan militer ke Indonesia, beberapa ribu orang tentara maritim dan angkatan udara dididik dan dilatih di Uni Soviet. Kemudian mereka mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia, termasuk Irian Jaya. 
Sayangnya, dalam naskah-naskah sejarah baik Rusia maupun Indonesia peran Uni Soviet dalam pembebasan Irian Jaya dari penjajahan Belanda disoroti dengan kurang terperinci. Tetapi para peserta peristiwa-peristiwa zaman itu baik dari Indonesia, maupun dari negara saya masih mengingatnya dengan baik. Sebagaimana diketaui, walaupun Indonesia menjadi merdeka pada tahun 1945 Irian Jaya tetap dijajahi Belanda sampai tahun 1962. Belanda sangat berminat untuk tetap mengelola kawasan ini yang kaya-raya dengan migas dan sumber daya mineral yang lain serta mempunyai cadangan sumber laut dan alam yang besar.
Pada tahun 1952 pemerintah Indonesia memutuskan menyampaikan masalah yang bersifat konflik itu kepada pertimbangan PBB. Akan tetapi akibat penentangan Belanda yang didukungi oleh beberapa negara kolonial yang lain, PBB tidak mengadopsi rekomendasi yang semestinya untuk penyelesaian konflik tersebut.
Perkembangan situasi di Irian Jaya membuat pemerintah Soekarno mengambil tindakan tegas. Pada tanggal 13 Desember, 1961 Presiden Soekarno memerintahkan TNI bersiap-siaga untuk membebaskan Irian Jaya dengan tindakan perang. Pada waktu yang sama Presiden Soekarno menyampaikan amanat kepada bangsa Indonesia yang diketaui sebagai “Trikora”. Saya yakin, bahwa untuk mengambil keputusan ini Presiden Soekarno perlu mempunyai keyakinan kuat pada kekuatan tentara Indonesia dan pada dukungan dari para sekutu. Kedua faktor tersebut dijamin pertama-tama dengan bantuan dari Uni Soviet, yang tidak hanya memberikan dukungan politik kepada negara Indonesia secara obyektif dan adil, tidak hanya menelanjangi kepentingan-kepentingan penjajahan Belanda dan mitranya di PBB, tetapi juga memberikan bantuan militer yang raksasa kepada negara muda yang belum kuat ini.
Saya ingin mengingatkan bahwa pada periode kerjasama dengan Pemerintah Soekarno Uni Soviet telah memasok ke Indonesia persenjataan dan teknik militer dengan biaya yang melebihi satu miliar dollar AS (dengan perhitungan harga masa itu). Angkatan laut mendapat 70 buah kapal tempur dan kapal pendukung, termasuk kapal-kapal penjelalah bernama “Ordzhonikidze” (namanya Indonesia adalah “Irian”), 6 buah kapal torpedo, 4 buah kapal jaga, 12 buah kapal selam, 12 buah kapal motor luncur rudal dan 12 buah kapal motor luncur torpedo, 10 buah kapal penyapu ranjau. Pasukan marinir mendapat 100 buah tank amfibi, artileri, beberapa devision rudal sistim pertahanan antirudal, persenjataan tembak, mesiu dan amunisi untuk dua divisi pasukan militer. Angkatan Udara Indonesia telah disuplai dengan pesawat torpedo modern (TU-16 KS dan TU-16), pesawat pengebom dan pesawat intelijen jarak jauh. Angkatan laut mendapat pesawat-pesawat tempur MIG-17, MIG-19, MIG-21 dan pesawat-pesawat pendukung.
Sebagaimana diketaui, justru kehadiran kapal selam Soviet di kawasan Irian Jaya menyebabkan Belanda menerima ultimatum Indonesia dan mengakui kemerdekaan wilayah itu dalam rangka kenegaraan Indonesia.
Tahap kedua hubungan bilateral bertepatan dengan masa kepresidenan Soeharto (1966-1998). Dengan hilangnya Soekarno dari gelanggan politik hubungan Uni Soviet dan Indonesia agak membeku, tapi tidak putus. Setelah peristiwa tanggal 30 September, 1965 dan mulainya zaman “Orde Baru” dalam hubungan bilateral tentu terjadi penurunan aktifnya, kerjasama dalam beberapa bidang pudar, volume perdagangan menurun. Dan walaupun Menteri Luar Negeri Adam Malik menggarisbawahi keinginan pimpinan Indonesia baru untuk memelihara dan mengembangkan kontak-kontak politik dan ekonomi dengan negara-negara sosialisme, “Orde baru” membatasi peluang hubungan antarnegara sampai hanya satu bidang – penandatanganan persetujuan mengenai pembayaran hutang.
Uni Soviet setuju supaya pembayaran hutang kredit Indonesia, yang ada jatuh pada tanggal 1 Januari, 1970 diadakan selama 30 tahun. Penandatanganan persetujuan itu sangat bermakna bagi Indonesia, karena waktu itu Indonesia belum mendapat konsesi baik dari para anggota “Klub Paris”.
Sejak tanggal 23 sampai 26 Desember, 1974 diadakan kunjungan resmi ke Moskow oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, yang menyerahkan pesan dari Presiden Indonesia Soeharto kepada Ketua Presidium Dewan Tertinggi Uni Soviet. Dalam komunike penutup kedua pihak menyatakan keyakinan bahwa perbaikan dan perkembangan hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia memenuhi kepentingan-kepentingan perdamaian dan keamanan di Asia dan di seluruh dunia, suasana perubahan positif di gelanggan internasional. Persetujuan mengenai kerjasama ekonomi dan teknis telah ditandatangani, yang menjadi langkah pertama pemerintah Soeharto ke arah perkembangan kerjasama ekonomi dan teknis dengan Uni Soviet pada dasar yang saling menguntungkan.
Pada bulan April, 1984 setelah jeda waktu sepuluh tahun, terjadinya kunjungan resmi Menteri Luar Negeri Indonesia M.Koesoemaatmadja ke Uni Soviet. Setelah perundingan dengan Menteri Luar Negeri Uni Soviet diterbitkan pernyataan bersama Uni Soviet dan Indonesia yang menemui titik persamaan kedua belah pihak mengenaisoal-soal internasional yang penting. Para pihak mementingkan perkembangan dialog politik dan menyetujui akan memperluas konsultasi di berbagai taraf.
Akan tetapi perubahan-perubahan nyata dalam hubungan bilateral terjadi hanya setelah mulainya “perestroika” di Uni Soviet. Pihak Uni Soviet beberapa kali, termasuk pada taraf paling tinggi, mengkonfirmasikan kerelaannya untuk mengembangakn kerjasama yang saling menguntungkan dalam segala bidang. Begini, dalam pidatonya di kota Vladivostok tanggal 28 Juli, 1986 M.S.Gorbachev berkata, bahwa Uni Soviet rela mengembangkan hubungan  bilateral dengan beberapa negara, dan antaranya dia menyebutkan Indonesia. Sebagai tindakan yang patut diberi perhatian, yang membuktikan deideologisasi pendekatan Uni Soviet terhadap Indonesia, telah disampaikan undangan kepada Presiden Soeharto untuk mengunjungi Moskow.
Kunjungan Soeharto ke Uni Soviet di September, 1989 menjadi sukses. Di samping komunike bersama, yang menggarisbawahi kedekatannya posisi-posisi Uni Soviet dan Indonesia mengenai serangkaian masalah internasional yang paling penting, pihak-pihak telah menandatangani Pernyataan tentang dasar-dasar hubungan persahabatan dan kerjasama antara Uni Soviet dan Republik Indonesia. Dokumen yang dasar ini mendorong dialog politik, kerjasama ekonomi dan hubungan humaniter.
Sejak 1999 tahap yang mutakhir, akif dan penuh dengan isi baru mulai dalam hubungan Rusia dan Indonesia. Pertama-tama, pada waktu ini diadakan dialog politik intensif: tiga kunjungan tingkat tinggi diadakan antara tahun 2003 dan 2007. Di bulan April, 2003 Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri mengunjungi Rusia, dan selama kunjungan ini para pemimpin kedua negara telah menandatangani Deklarasi mengenai kerangka hubungan persahabatan dan kemitraan antara Rusia dan Indonesia pada abad yang ke-21, yang menentukan pendalaman dan perluasan dialog politik di semua bidang hubungan bilateral. Salah satu dokumen yang paling penting, yang ditandatangani pada waktu kunjungan ini ialah Persetujuan tentang kerjasama militer dan Persetujuan tentang pembelian empat pesawat tempur “Sukhoi” dan dua helikopter “Mi”. Saya akan menggarisbawahi sekali lagi bahwa baik di bidang militer-teknis, maupun di bidang-bidang lain, prinsip ketiadaan syarat-syarat politik apapun menjadi “benang merah” kerjasama antara Rusia dan Indonesia. Signifikan bahwa pada tahun 2005 pesawat-pesawat buatan Rusia ikut serta dalam parade militer berhubungan dengan peringatan hari TNI, yang sejak itu mejadi tradisi tahunan. Untuk informasi, sekarang ini di Indonesia ada tujuh pesawat SU buatan Rusia.
Presiden Yudhoyono mengunjungi Rusia dengan kunjungan resmi pada tanggal 29 November-1 December 2006. Selama kunjungan ditandatangani 10 dokumen terkait dengan kerjasama di bidang strategis yang penting untuk kedua negara kita, yaitu di bidang penelitian dan pemanfaatan antariksa untuk tujuan-tujuan damai, dan di bidang pemanfaatan tenaga nuklir secara damai.
Kunjungan resmi Presiden Putin ke Jakarta pada tanggal 6 September, 2007 menjadi bersejarah sebagai kunjungan pemimpin negara saya ke Indonesia yang pertama sepanjang 50 tahun terakhir. Sewaktu kunjungan ini paket dokumen bilateral yang baru telah ditandatangani. Dokumen-dokumen ini terkait dengan kerjasama antar-pemerintah dan antar-kementerian, temasuk di bidang investasi, kebudayaan dan pemberantasan terorisme. Menurut saya, persetujuan tentang kredit negara sebesar 1 milyar dolar AS, yang diberikan oleh pemerintah Rusia kepada Indonesia untuk pembelian peralatan militer buatan Rusia menjadi dokumen yang sentral. Sekarang ini, dalam kondisi krisis moneter dunia, pada hemat saya, persetujuan itu ialah sangat menuntungkan untuk Indonesia, karena membuka peluang-peluang besar untuk mengadakan modernisasi kemampuan militer dengan syarat ringan. Pihak Rusia menyajikan kepada mitra-mitranya contoh-contoh peralatan militer yang paling mutakhir dan memuaskan untuk tugas yang dilaksanakan oleh Angkatan Darat, Udara dan Laut Indonesia. Pekerjaan dalam rangka persetujuan ini diadakan oleh kedua pihak bersandarkan pada prinsip pembukaan dan saling pengertian, kontrak-kontrak pertama sedang dilaksanakan dengan sukses.
Pada tahun 2008 volume perdagangan bilateral telah melampaui 1 milyar dolar AS, yang menjadi hasil dari persetujuan kedua Presiden pada tahun 2007. Meskipun pada tahun 2009 volume perdagangan antara Rusia dan Indonesia sedikit menurun dibanding dengan volume 2008 yang rekor akibat dampak negatif dari krisis moneter global, saya menilai dinamika kerjasama bilateral di bidang ekonomi secara optimistis. Pertama-tama, saya maksud dimulainyaimplementasi serangkaian proyek bilateral yang besar di Indonesia di bidang migas, yang dilaksanakan oleh perusahaan Rusia “Petros” dan “Sintezmorneftegaz”. Perusahaan Rusia perseroan terbatas “Sistem Satelit Informasi - Reshetnev” menang dalam tender dan menandatangani kontrak pada awal tahun 2009 untuk meluncurkan satelit telekomunikasi Indonesia “Telkom-3” pada tahun 2011 (proyek ini senilai 200 juta dolar AS). Dalam konteks ini saya ingin mengingatkan kepada para pembaca, bahwa kerjasama antara Rusia dan Indonesia di bidang telekomunikasi dan antariksa telah diadakan sebelumnya, umpamanya satelit komunikasi Indonesia “Garuda-1” diluncurkan dari kosmodrom “Baikonur” pada tahun 2000.
Pada masa kini perusahaan-perusahaan Rusia yang bergiat secara aktif di pasar Indonesia adalah FGUP “Goznak”, korporasi “Irkut”,  korporasi aeroangkasa “Vozdushny start”, OAO “Silovye mashiny”, OAO Chetra-promyshlennye mashiny”, OAO “Chelyabinsky traktorny zavod Uraltrak”, NPG “Sainmet”, perusahaan inovasi “Arter Technology”. Dan tiap tahun tampil perusahaan-perusahaan Rusia yang baru lagi yang berkepentingan menjalin hubungan dan melaksanakan proyek multikompleks dengan mitra-mitra Indonesia.
Kedua negara kita mendekati tanggal peringatan penjalinan hubungan bilateral dengan prestasi baru. Begitu, pada bulan Oktober, 2009 Sidang ke-6 Komisi Bersama untuk Kerjasama Rusia–Indonesia pada Dagang, Ekonomi dan Teknik telah diadakan, dan selama sidang ini didirikan Dewan Bisnis Rusia–Indonesia dan Dewan Bisnis Indonesia–Rusia yang menandatangani MoU bersama untuk kerjasama. Pada bulan Juli dan Agustus Hari-Hari Kebudayaan Rusia telah berlangsung dengan sukses yang besar di Jakarta dan Yogyakarta, Hari-Hari Kebudayaan Indonesia di Rusia diharapkan akan berlangsung pada tahun ini.
Kiranya perlu artikel tersendiri untuk menceritakan dinamika kontemporer kerjasama Rusia–Indonesia dengan terperinci. Selagi saya bisa mengonstatir dengan rasa senang hati, bahwa hubungan negara-negara kita hari ini mengalami masa kenaikan ke puncak-puncak baru. Tanpa melebih-lebihkan ini menyentuh segala bidang: politik, ekonomi, teknis-militer, parlementer, budaya, pendidikan (Pemerintah Rusia tiap tahun menyediakan 35 beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang ingin belajar di sekolah tinggi Rusia), humaniter dll. Sekarang negara-negara kita melaksanakan tugas dalam negeri yang serupa dan yang berkait dengan demokratisasi masyarakat dan dengan kemajuan ekonomi ke taraf yang bersifat baru. Di pentas internasional Rusia dan Indonesia mendekati kebanyakan masalah dunia secara serupa. Tidak ada rintangan politik atau bersifat lain yang bisa menghalangi pertambahan interaksi Rusia–Indonesia atas prinsip-prinsip persahabatan, transparensi dan saling percaya.
Saya yakin, bahwa kegiatan bersama dan pengalaman saling pengertian serta kerjasama yang diperoleh selama 60 tahun hubungan diplomatik Rusia–Indonesia merupakan dasar kuat, batu loncatan untuk penyempurnaan selanjutnya hubungan bilateral kita sesuai dengan perkembangan-perkembangan terbaru dalam negeri masing-masing dan di dunia internasional. Bagi terobosan ini kedua negara kita mempunyai potensi yang besar dan, paling penting, minat yang tinggi.
Saya mengucapkan selamat memperingati yubileum bersama ini. Saya berterima kasih tulus ikhlas kepad semua pihak yang memberikan sumbangannya ke perkara kerjasama Rusia–Indonesia demi kepentingan-kepentingan negara-negara dan bangsa-bangsa kita. Saya mengharapkan kepada kita semua kebahagiaan, perdamaian dan kesejahteraan.


Alexander IVANOV
DUTA BESAR RUSIA UNTUK INDONESIA