Nama:
Prof. Dr. Suharso
Lahir:
Bayolali, Jateng, 13 Mei 1912
Wafat:
Seboto, Ampel, Bayolali 27 Februari 1971
Penghargaan:
Pahlawan Nasional (SK Presiden RI No.088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973)
Pendidikan:
=AMS Bagian B di Yogyakarta
= Indisch Arts dari Nederlandsch Indische Arsten School di Surabaya, 1939
= Mendalami ilmu prothese di Inggris 1950
Karir:
= Asisten di RSUP Surabaya 1939
= Dokter di Sambas
= Dokter di RS Jebres, Solo
= Dokter Palang Merah
= Pendiri Pusat Rehabilitasi (rehabilitation Center) di Solo
Ia dokter pejuang dan dokternya para pejuang. Sebagai dokter Palang Merah, ia terjun ke medan juang merawat penderita yang cedera dalam pertempuran. Para penderita itu banyak yang sudah kehilangan tangan atau kaki, menjadi orang cacat untuk selama-lamanya. Untuk meringankan penderitaan mereka, dokter Suharso berupaya membuat tangan dan kaki tiruan.
Dokter kelahiran desa Kembang, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada tanggal 13 Mei 1912, ini sungguh merasa kasihan melihat keadaan para pejuang yang cedera dalam pertempuran itu. Dalam benaknya timbul tekad untuk menolong mereka. Jangan sampai orang-orang yang cacat itu merasa tidak berguna dan menjadi sampah masyarakat. Mereka tidak boleh kehilangan harga diri.
Maka ia berupaya menolong mereka. Apalagi mereka cacat dalam menjalankan tugas membela kepentingan bangsa dan negara. Untuk menolong mereka, ia pun mengadakan percobaan membuat tangan dan kaki tiruan.
Atas pengabdiannya, ia pun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden RI No.088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Ia memang seorang pejuang. Semenjak menyelesaikan studi di AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) Bagian B di Yogyakarta, lalu melanjut ke Nederlandsch Indische Artsen School di Surabaya dan lulus sebagai Indisch Arts tahun 1939, ia bekerja sebagai asisten di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Surabaya. Karena bertengkar dengan seorang suster Belanda, ia dipindahkan ke Sambas (Kalimantan Barat). Di sana ia bertugas sampai saat Jepang mendarat di Indonesia.
Kemudian Pemerintah Pendudukan Jepang mengeluarkan daftar orang terpelajar di Kalimantan yang akan mereka bunuh. Salah seorang di antara mereka adalah Dokter Suharso. Mengetahui hal itu, dengan berbagai cara ia berhasil berangkat ke Jawa. Kemudian bekerja di Rumah Sakit Jebres, Solo. Tetapi di situ ia masih tetap diincar oleh Kenpeitai Jepang. Namun ia berhasil terhindar dari bahaya maut.
Sesudah Indonesia merdeka, ia pun menyumbangkan tenaga untuk membantu perjuangan. Lalu pada tahun 1950 ia berangkat ke Inggris untuk mendalami ilmu prothese. Sekembali dari sana, kepeduliannya kepada penderita cacat semakin tinggi. Ia mendidirikan Pusat Rehabilitasi (Rehabilitation Center) di Solo, sebagai tempat merawat orang-orang yang menderita cacat jasmani.
Kegiatan kemanusiaan ini mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Sehingga Pusat rehabilitasi itu mendapat banyak bantuan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dengan ukiran tinta emas atas perjuangan dan pengabdiannya, ia meninggal pada tanggal 27 Pebruari 1971 dan dimakamkan di Kelurahan Seboto, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
Referensi
Wikipedia
Dokter kelahiran desa Kembang, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada tanggal 13 Mei 1912, ini sungguh merasa kasihan melihat keadaan para pejuang yang cedera dalam pertempuran itu. Dalam benaknya timbul tekad untuk menolong mereka. Jangan sampai orang-orang yang cacat itu merasa tidak berguna dan menjadi sampah masyarakat. Mereka tidak boleh kehilangan harga diri.
Maka ia berupaya menolong mereka. Apalagi mereka cacat dalam menjalankan tugas membela kepentingan bangsa dan negara. Untuk menolong mereka, ia pun mengadakan percobaan membuat tangan dan kaki tiruan.
Atas pengabdiannya, ia pun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden RI No.088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Ia memang seorang pejuang. Semenjak menyelesaikan studi di AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) Bagian B di Yogyakarta, lalu melanjut ke Nederlandsch Indische Artsen School di Surabaya dan lulus sebagai Indisch Arts tahun 1939, ia bekerja sebagai asisten di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Surabaya. Karena bertengkar dengan seorang suster Belanda, ia dipindahkan ke Sambas (Kalimantan Barat). Di sana ia bertugas sampai saat Jepang mendarat di Indonesia.
Kemudian Pemerintah Pendudukan Jepang mengeluarkan daftar orang terpelajar di Kalimantan yang akan mereka bunuh. Salah seorang di antara mereka adalah Dokter Suharso. Mengetahui hal itu, dengan berbagai cara ia berhasil berangkat ke Jawa. Kemudian bekerja di Rumah Sakit Jebres, Solo. Tetapi di situ ia masih tetap diincar oleh Kenpeitai Jepang. Namun ia berhasil terhindar dari bahaya maut.
Sesudah Indonesia merdeka, ia pun menyumbangkan tenaga untuk membantu perjuangan. Lalu pada tahun 1950 ia berangkat ke Inggris untuk mendalami ilmu prothese. Sekembali dari sana, kepeduliannya kepada penderita cacat semakin tinggi. Ia mendidirikan Pusat Rehabilitasi (Rehabilitation Center) di Solo, sebagai tempat merawat orang-orang yang menderita cacat jasmani.
Kegiatan kemanusiaan ini mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Sehingga Pusat rehabilitasi itu mendapat banyak bantuan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dengan ukiran tinta emas atas perjuangan dan pengabdiannya, ia meninggal pada tanggal 27 Pebruari 1971 dan dimakamkan di Kelurahan Seboto, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
Referensi
Wikipedia